IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PUSAT LATIHAN GAJAH DI PROVINSI BENGKULU

FISIP UNRIKA BATAM  > Jurnal >  IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PUSAT LATIHAN GAJAH DI PROVINSI BENGKULU

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PUSAT LATIHAN GAJAH DI PROVINSI BENGKULU

Meri Enita Puspita Sari

Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIPOL-UNRIKA

 

Meri Enita Puspita Sari S.IP.,MPAI. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang cukup besar. Luas Indonesia yang hanya 1, 3 % dari bagian permukaan bumi, memiliki 10 % dari semua jenis tumbuhan yang ada didunia. Jumlah fauna yang berada di Indonesia terdiri dari 12 % mamalia, 10 % dari seluruh reptilia, 17 % dari seluruh burung dan lebih dai 25 % dari seluruh biota yang terdapat di laut dan perairan tawar dunia (www.i-elisa.com). Dalam 5 tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah menetapkan empat bidang untuk melaksanakan gerakan dibidang konservasi meliputi : reformasi di sektor kebijakan dan peraturan, keuangan, sosial budaya dan manajemen. Ada sekitar 157 kebijakan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan manajemen kawasan lindung dan yang terpenting adalah Undang-Undang konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem tahun 1990, salah satunya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang kemudian di fokuskan dalam bentuk kebijakan-kebijakan pengelolaan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Meskipun undang-undang itu telah ditetapkan selama 10 tahun, tetapi penegakkannya masih lemah. Sampai sekarang, hanya sedikit kasus penebangan liar dan perburuan yang diadili. Peraturan pemerintah sebagai kepanjangan dari undang-undang yang sampai sekarang belum lengkap itu turut menghambat pelaksanaan undang-undang. Peraturan yang berbeda juga menimbulkan perbedaan dalam pengelolaan kawasan. Contohnya, undang-undang konservasi jelas melarang usaha penebangan dan pertambangan di dalam kawasan lindung. Hal ini juga didukung berbagai peraturan, tetapi perjanjian antar Departemen kehutanan dan pertambangan justru memperbolehkan eksploitasi didalam kawasan. (Jatna Supriatna, 2008 : 59-60)

Berdasarkan Undang-undang No.5 tentang konservasi 1990, Direktorat jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi alam dibawah Departemen Kehutanan adalah pihak yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan peraturan dan melaksanakannya. Kewajiban itu tetap diembannya bahkan di era disentralisasi sekarang ini. Gajah Sumatra ( Elephas maximus sumatranus) merupakan mamalia besar yang dilindung oleh Undang-undang. Secara Internasional satwa tersebut termasuk dalam kategori satwa terancam punah (endangered species) dalam Red Data Book IUCN. Sedangkan di Indonesia, gajah Sumatra dilindungi berdasarkan PP. No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Keberadaan gajah Sumatra di habitat alaminya ditemukan di hutan-hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi yang ada dipulau Sumatra, statusnya sebagai satwa langka karena eksistensinya sangat rentan terhadap kepunahan yang diakibatkan oleh rusaknya habitat alami, perburuan liar yang makin marak, perusakan hutan terus menerus sebagai tempat hidup dan mencari makan satwa tersebut kian menyempit, serta ketersediaan di dalam habitatnya alaminya makin menipis, hingga satwa tersebut keluar dari habitatnya untuk mencari makan.

Hal senada juga terjadi di Propinsi Bengkulu  yang terdapat Pusat Latihan Gajah Seblat yang dikelola oleh Unit Balai BKSDA Bengkulu dengan luas 6.865 ha. Pusat Latihan  Gajah Seblat dimaksudkan untuk melindungi gajah-gajah dari kepunahan, menjadikan PLG sebagai tujuan wisata dan menjadikan PLG sebagai Pusat Konservasi Gajah. Fasilitas-fasilitas yang ada di PLG Seblat masih belum memadai untuk suatu pengawasan secara maksimal (sudah banyak yang rusak). Di Bengkulu khususnya pada tahun 1992 terdapat sekitar 375-390 ekor, tahun 2009 terdapat 60-80 gajah liar dan 21 gajah jinak, sedangkan sekarang pada tahun 2010 jumlah populasinya sekitar 60-80 ekor gajah liar dan 12 ekor gajah jinak. Dari jumlah populasi yang menurun terlihat bahwa ada ancaman terhadap kelestarian satwa dan flora dikawasan hutan PLG Seblat yang kompleks. Hal ini terjadi akibat dari pembukaan lahan untuk perladangan oleh masyarakat, perambahan, illegal loging serta perburuan liar. Maraknya perburuan gading gajah, membuat kelangsungan hidup gajah-gajah yang terdapat di PLG seblat semakin terancam.